Selasa, 05 Juni 2018

KEKERABATAN DALAM ANCAMAN


KEKERABATAN  DALAM  ANCAMAN
MUNIB ROWANDI AMSAL HADI
Kekerabatan,  kekeluargaan dan pertemanan yang merupakan fondasi bersatunya masyarakat dan terciptanya kedamamain  dalam masyarakat,  kini oleh beberapa  “penipu” sedang dibidik sebagai media yang ampuh untuk melancarkan kejahatannya. Berbagai rekayasa penipuan seperti biro perjalanan umrah, koperasi, investasi dan berbagai macam bentuk  investasi    yang lain yang mengarah pada kejahatan dengan mengumpulkan dana dari masyarakat, menjadi  bukti nyata bahwa mereka memanfaatkan  nilai-nilai tradisional masyarakat tersebut untuk menjalankan kejahatannya.
Kekerabatan,  kekeluargaan,  pertemanan dan sifat kohesivitas lainnya, merupakan nilai tradisional yang merekatkan satu individu dengan individu yang lainnya sehingga terjalin kemesraan dalam masyarakat. Kemseraan yang menumbuhkan kekuatan yang hebat dalam menghadapi berbagai  persoalan yang ada pada masyarakat. Kohesivitas dalam masyarakat terbentuk karena berbagai sebab, di antaranya adalah karena hubungan persaudaraan (klan), karena hubungan  perkawinan, karena hubungan  ketetanggaan, karena hubungan kerja (profesi), karena hubungan pertemanan, karena hubungan guru–murid dan  karena hubungan  yang lainnya. Berbagai hubungan tersebut terjalin di tengah masyarakat dengan perekat utamanya adalah saling pengertian dan menumbuhkan saling percaya di tengah masyarakat.
Sifat saling pengertian dan saling percaya, menumbuhkan  sifat-sifat kerekatan  yang lainnya, semisal: saling melindungi, teposeliro, saling menghormati,  ewuh pakewuh, saling memaafkan, menghindari  konflik, dan sifat kerekatan positif lainnya. Namun  sifat kerekatan  positif tersebut, justru dilihat oleh”penipu”sebagai  media yang untuk melancarkan  niat jahatnya.
Menurut Hsu dan Koentjaraningrat (1990) manusia timur, termasuk Indonesia, secara otomatis telah tersedia  kebutuhan  yang sangat mendasar dari  kebutuhan  manusia yaitu lingkungan karib.  Lingkungan karib, menurut Koentjaraningrat (1990), satu sisi bernilai positif di sisi lain berdampak  negative. Bernilai positif karena kekerabatan merupakan kebutuhan  yang sangat pokok bagi  masyarakat yang secara otomatis  telah terpenuhi. Bangsa Indonesia tidak perlu lagi  mencari lingkungan karib. Lingkungan sekitarnya dengan  kerekatan telah membuatnya menjadi nyaman, dan mampu menjadi penolong pertama ketika mengalami berbagai  kesulitan. Budaya Indonesia telah secara otomatis menyediakan lingkungan karib.
Sisi negatifnya, menurut Koentjaraningrat (1990), karena  kebutuhan  pokoknya berupa lingkungan karib telah terpenuhi, maka  masyarakat  tidak memiliki  sikap gigih, tekun dan  ulet. Berbeda dengan orang Barat yang budayanya tidak menyediakan  lingkungan  karib, maka ia mencari lingkungan  karib di luar. Bila tidak berhasil, maka mereka melakukan apa saja agar mereka merasa bermanfaat. Bila  tidak terpenuhi juga, maka tak   segan mereka menjadikan binatang seperti anjing atau binatang lainnya,  untuk menggantikan lingkungan  karib mereka. Kegigihan  keuletan  dan  ketangguhan orang Barat dalam  memperjuangkan  sesuatu adalah sebagai upaya untuk mencari pengganti dari  lingkungan  karib yang tidak mereka dapatkan.
Peluang Kejahatan
Dua sisi  positif dan  negative  karena tersedianya  lingkungan karib,  oleh beberapa “penipu”dijadikan kesempatan untuk  meraup  keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Lingkungan karib yang dibangun dengan  saling pengertian dan saling percaya, menumbuhkan  saling melindungi, teposeliro, saling menghormati,  ewuh pakewuh, saling memaafkan, menghindari  konflik, dan sifat kerekatan positif lainnya,  justru dilihat oleh”penipu”sebagai  media yang tepat untuk melancarkan  niat jahatnya. Disisi  lain, sifat malas, ingin  cepat kaya dengan tanpa  susah dan sifat lainnya yang ditimbulkan  dari indahnya lingkungan karib juga peluang bagi penipu untuk  melancarkan kejahatannya.
Seperti halnya yang dilakukan oleh  sebuah lembaga Koperasi CS Kota Cirebon   yang bergerak  di bidang koperasi simpan pinjam. Koperasi CS menawarkan produk kredit sepeda motor bagi  para anggotanya. Dalam program tersebut, bila  seseorang telah melunasi pembayaran  kredit tersebut, maka ia akan mendapatkan satu motor baru  tambahan. Program ini  tentu tidaklah masuk akal.  Maka siapapun tak akan percaya. Namun karena yang menjadi  penghubung dengan koperasi tersebut adalah rekan kerja, teman dekat bahkan  saudara, maka banyak orang yang tertarik.  Dengan sedikit dirasionalkan, walaupun tetap  tidak rasional, para penghubung koperasi  itu berhasil menarik  para anggota yang notabene adalah teman, rekan dan  kerabatnya sendiri. Dan memang bias ditebak. Setelah uang muka ( DP) dibayar, maka taka ada satupun dari mereka yang memperoleh  sepeda motor dan  uangnyapun tak kembali.
Para “penipu investasi” mengetahui betul bahwa kerekatan atau kekerabatan akan memuluskan  kejahatannya,  karena para korban  akan mempercayai orang-orang yang menawarkan program  koperasi yang notabene adalah kerabat, rekan  kerja bahkan saudara sendiri, walaupun  program itu tidak masuk akal. Kepercayaan  terhadap rekan, teman sekantor atau  malah  saudara, telah menghilangkan  kecurigaan para korban untuk  berfikir kritis.   Itulah yang membuat para korban masuk  dalam  jaringan. 
Beberapa pengamat social banyak berpendapat bahwa banyak korban yang masuk  dalam jerat investasi penipuan tersebut  karena melihat harga yang murah atau untung yang besar dalam waktu  singkat. Pendapat tersebut bias jadi benar, namun menurut pengamatan saya, banyaknya korban itu karena  ajakan  teman,  rekan kerja atau  malah saudara. Kepercayaan yang diborekkan  pada pengajak (seponsor) itulah yang membuat banyak korban  terperdaya.
Para “penipua investasi” menyadari  bahwa apa yang ia  lakukan akan membuat kecewa para korban. Tapi para penipu tersebut mengetahui betul  tentang prinsip  kerekatan para korban dengan pengajak (seponsor), maka para korban tidak  mungkin akan melapokan  persoalan ini  pada polisi. Rasa tidak ingin  mencelakai, teposeliro, saling menghormati,  ewuh pakewuh, dan menghindari  konflik cenderung lebih dipertimbangkan. Maka para korban  cenderung diam.
Fenomena Biro Umrah
Penipuan  berkedok Biro perjalan Umrah terus terungkap, baik yang bersekala nasional maupun local. Penipuan  ini merupakan penipuan  yang sudah direncanakan dan dilakukan secara massif. Bila  dilihat dari  aspek kekerabatan, penipuan  ini bukan hanya menghancurkan  kekerabatan karena keturunan atau karena rekan  kerja, tapi merusak  kerekatan  hubungan antara guru murid atau tokoh agamai dengan ummatnya.
Seperti halnya  yang dilakukan oleh sebuah biro umrah FT. Dengan hanya empat belas  juta rupiah, seorang dapat melaksanakan  umrah. Menurut Wiyadi,  seorang pengelola Biro Umrah, harga tersebut tidak masuk akal. Karena tiket satu kali jalan tujuan Arab Saudi saat itu kisaran enam juta. Bolak balik  berarti dua belas juta.  Sisa dua juta tidak mungkin  untuk membiayai  makan, penginapan dan  kebutuhan umrah lainnya.
Saya kira, apa yang menjadi  pertimbangan  Wiyadi tersebut, juga menjadi  pertimbangan masyarakat pada saat memilih biro umrah. Namun apa yang menjadi persoalan tersebut  telah  dipikirkan  matang-matang oleh para penipu.  Untuk meluluskan  niat jahatnya, pengelola biro akan  memberangkatkan orang-orang yang dianggap  memiliki  pengaruh, baik tokoh masyarakat ataupun tokoh  agama. Dan tokoh agama relative banyak  dipilih. Mereka dalam perjalan umrah  mendapatkan layanan  yang istimewa. Segala sesuatunya diservis dengan baik. Setelah  mereka pulang  ke kampong, masyarakat akan dating berkunjung untuk minta doa dan bertanya banyak hal, termasuk bertanya melalui  biro umrah apa para tokoh  agama  itu berangkat umrah dan bagaimana pelayanannya.
Bisa kita duga setelah itu. Pastilah banyak  orang yang tertarik  untuk umrah  lewat biro tersebut. Keraguan  telah  berubah menjadi  keyakinan karena telah dibuktikan oleh tokoh agama atau tokoh masyarajat yang mereka percayai. Maka  bisa di bayangkan  ketika para pengikut  tokoh agama itu tidak berangkat karena ditipu, kerekatan terhadap tokoh agama menjadi  berkurang, bahkan berubah menjadi keretakan yang terselubung. Walaupun tidak  tampak kekecewaan  mereka  terhadap tokoh agama,  karena menjaga kekerabatan dan kerekatan guru murid, namun secara laten banyak  masyarakat yang mulai mengendorkan hubungan  dengan tokoh masyarakatnya  atau para tokoh agamanya. Kepercayaannya tidak  lagi utuh. Dan pendangkalan kepercayaan  masyarakat terhap  tokoh  masyarakat dan tokoh agamanya, kini  sedang berlangsung secara massif. Maka persoalan  Biro Umrah yang gagal memberangkat para jamaah hajinya, bukan hanya persoalan  administrative, tapi  yang paling berbahaya adalah menghancurkan  kerekatan anatara tokoh agama dengan muridnya. Maka kejahatan  yang telah mereka lakukan perlu diganjar dengan balasan yang setimpal. Balasan yang membuat mereka jera.
Untuk  menghindari kejadian serupa, OJK sebagai  lembaga pengawas keuangan dan kemenag yang  memiliki  kewenangan dalam mengeluarkan izin operasional Biro  Umrah, harus bekerja ekstra, paling tidak, lembaga keuangan harus selalu  diawasi oleh  OJK. Begitupun  Biro Umrah harus selalu  diawasi  dan selalu dalam pantauan  kemenag.
Memberikan  arahan  dan  penjelasan kepada masyarakat tentang lembaga  keuangan yang sehat dan baik  serta Biro  Umrah yang legal, adalah upaya  yang patut dilakukan. Tapi, mengawasi lembaga keuangan dan  Biro Umrah secara terus menerus dan  menindak dengan tegas lembaga keuangan yang nakal dan Biro Umrah  yang digunakan  untuk menipu, adalah   tindakan  yang tepat dan  lebih efektif.

MUNIB ROWANDI AMSAL HADI
Staf Pengajar STIT Buntet Pesantren Cirebon