KH. NAHDUDDIN ROYANDI ABBAS
PEJUANG EKONOMI
RAKYAT
Munib Rowandi Amsal
Hadi *
Pada sore kamis, berita
meninggalnya KH. Nahduddin Royandi Abbas
tersebar melalui akun facebook KH. Ghozy
Mujahid, keponakan KH. Nahduddin Royandi
Abbas yang jugatinggal di London. Berita
tersebut tentunya membuat duka seluruh warga dan simpatisan Pondok
Buntet Pesantren. Ucapakan bela sungkawa yang disampaikan lewat WA,
facebook PondokBuntet Pesantren
terus mengalir. Kiai Nahduddin Royandi
Abbas meninggal di Bernet Community Hospital London pada rabu sore tanggal 25
April 2018. Menurut rencana akan dikebumikan di Buntet Pesantren Cirebon pada
hari Ahad tanggal 29 April 2018.
Bagi masyarakat yang
pernah bertemu dan ngobrol dengan Mbah
Dien, panggilan akrab KH Nahduddin Abbas, pastilah amat terkesan pada caranya
ia menemui masyarakat. Kepeduliannya terhadap wong cilik dan tidak
membeda-bedakan serta terbuka kepada siapa saja, itulah kesan pertama
bagi siapapun yang bertemu
dengan Mbah Dien. Sikap ini
persis seperti sikap ayahnya, Kiai
Abbas, yang selalu menghormati siapapun.
Mbah Dien, sejak tahun
2007 memimpin Pondok Buntet Pesantren Cirebon setelah sepeninggal kakaknya Kiai
Abdullah Abbas. Dikalangan masyarakat, Mbah Dien tidak seterkenal kakaknya Kiai Abdullah Abbas yang
masuk dalam jajaran Kiai Khos. Hal ini
karena Mbah Dien tinggal di London Inggris,
sehingga jarang statemennya muncul di media massa. Selain itu, Mbah Dien
tidak terlibat dalam gegran politik. Mbah Dien tidak pernah
menyampaikan pernyataannya tentang politik,
wacana yang selalu diusung
olehnya adalah upaya mensejahterakan
masyarakat lewat ekonomi dan pendidikan.
Santri Kelana
KH. Nahduddin Royandi
Abbas adalah putra terahir Kiai Abbas
Abdul Djamil, pahlwan sepuluh November dari Pondok Buntet Pesantren. Ia lahir
pada tahun 1933. Banyak orang menjuluki
MbahDin dengan santri
kelana. Julukan ini disematkan kepadanya
dikarenakan Mbah Dien terus
berkelana mencari ilmu dan ahirnya menetap di London Inggris. Mbah Din
sejak kecil mendapat didikan langsung
dari ayahnya Kiai Abbas, selain didik
langsung oleh ayahnya, Mbah Din juga belajar di MI dan MTS di lingkungannya sendiri yaitu di Buntet
Pesantren Cirebon. Tamat dari MTS , Mbah
Din melanjutkan pendidikan di Lirboyo Kediri. Selepas dari
Kediri, Mbah Din melanjutkan SMA di
Jakarta sambil bekerja pada perusahaan ekspor hewan hidup.
Sebagaimana tradisi
pesantren yang sudah dilakukan oleh para
pendahulunya , yaitu belajar di Arab, maka Mbah Din pun setelah lulus dari SMA melanjutkan
pendidikan ke Arab Saudi. Di
sana Mbah Din belajar dibeberapa guru diantaranya adalah belajar
pada Syeikh Yasin Padang dan Syeikh Hamid Albanjari. Namun selain
belajar, Mbah Din juga bekerja
di KBRI Jeddah. Hal ini dilakukan Mbah Din sejak tahun
1957 sampai dengan tahun 1962. Pada musim haji, Mbah Din sering diberi tugas khusus oleh KBRI, yaitu
ditugaskan sebagai Kepala
Perwakilan KBRI di Kota Madinah.
Bila para
pendahulunya , setelah selesai belajar di Arab Saudi, biasanya lalu pulang ke
Buntet Pesantren untuk mengembangkan
ilmunya dan membantu meningkatkan mutu pendidikandi Pesantren, serta meneruskan
kepemimpinan para pendahulunya. Namun Mbah Din malah memilih untuk pergi
ke Inggris dan bekerja di KBRI London. Di
KBRI London ia bekerja di bagian Ekonomi. Hal ia
lakukan sejak tahun 1963.
Ketika berada di London, keinginan kuatnya untuk
menuntut ilmu terus
membara. Maka Setelah setahun
berada di London, pada tahun
1964, ia tumpahkan gairah belajarnya itu
dengan memasuki perguruan tinggi. Mbah Din belajar di London University dari tingkat diploma sampai postgraduate dengan jurusan ekonomi
internasional dan sejarah internasional. Lalu Mbah Din meneruskan belajar pada
UCL University of North London derngan mengambil jurusan ekonomi perdagangan.
Di perguruan yang sama, Mbah Din mengambil postgraduate pada jurusan
ekonomi pembangunan.
Sebagai seorang santri,
Mbah Din tidak lupa terus memperkenalkan
Islam Indonesia di London. Islam yang ramah
dan Islam rahmatanlilalamin. Gerakannya
ini dikukuhkan dengan ikut serta mendirikan NU cabang istimewa
London. Di NU cabang istimewa London
ini, Mbah Din menduduki jabatan
sebagai musytasar. Kedudukan ini ia jabat sejak Nu Cabang istimewa London didirikan sampai sekarang.
Bank Tanpa Bunga
Keinginan Mbah Din untuk mensejahterakan masyarakat sangatlah besar. Maka wajar
saja bila Mbah Din selalu berupaya untuk belajar tentang hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi. Selama mudanya,
ketika ia hidup di London, pendidikan yang ia ambil cenderung
berkaitan dengan ekonomi. Kepedulian
Mbah Din terhadap masyakarakat
kecil, merupakan didikan dari ayahnya yaitu
Kiai Abbas Abdul Djamil. Sebetulnya,
hampir seluruh anak Kiai Abbas, yaitu
Kiai Mustahdi, Kiai Mustamid dan Kiai
Abdullah dan Kiai Nahduddin, dididik
oleh Kiai Abbas untuk peduli dan peka
pada masyarakat, terutama wong cilik. Maka, hampir semua putra Kiai Abbas sangat peduli pada
masyarakat, teruma wong cilik.
Selain peduli
pada masyarakat, Kiai Abbas juga
mengajarkan perlunya mensejahterakan masyarakat melalui gerakan ekonomi. Kiai
Abbas sendiri terlibat langsung pada
gerakan organisasi dagang Sarekat Dagang
Islam (SDI). Persekutuan para
pedagang ini didirikan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan warganya,
terutama masyarakat yang memiliki usaha batik. Kiai Abbas menjadi
penasehat SDI pada saat SDI
dipimpin oleh KH. Samanhudi, yang
juga muridnya sendiri.
Ketertarikan Mbah
Din pada peningkatan ekonomi masyarakat bukanlah hal aneh, karena ia dididik oleh Kiai Abbas agar
mampu mensejahterakan masyarakat lewat gerakan ekonomi. Apa yang ditanamkan
oleh ayahnya, kiai Abbas, dibuktikan oleh Mbah Din dengan upayanya untuk memajukan
Pondok Buntet Pesantren dibidang pendidikan yang berbasis ketrampilan dan lembaga-lembaga keuangan yang mampu
mensejahterakan masyarakat. Kini dalam kepemimpinannya, di Buntet Pesantren
telah berdiri SMKNU Mekanika, Lembaga Keungan Mikro (LKM) dan Toko Buntet
Mart serta Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren Cirebon.
Selain upaya kongkrit yang sudah
dilakukan, Mbah Dinjuga sering
melontarkan gagasan yang manarik,
diantaranya adalah gagasan yang
dilontarkan oleh Mbah Din
pada saat ia diundang oleh
BI untuk menyampaikan gagasannya
tentang ekonomi. Pada saat itu Mbah Din
menyodorkan alternative menabung tanpa
bunga. Mbah Din memberikan salah
satu solusi yang mungkin bisa dilakukan untuk umat Islam yaitu investasi dalam jumlah tertentu tanpa bunga,
tapi diberi kemungkinan untuk mendapatkan hadiah utama atau bonus yang cukup
menarik., sehingga diharapkan akan banyak umat
Islam yang tertarik untuk menabung. Dengan
cara ini, umat Islam akan
tertarik untuk menabung dan mengejar target menabungnnya karena tertarik pada bonus atauu hadiah. Dan bila uang telah
terkumpul banyak, tentunya akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia sebagai modal. Di Inggris,
menurut MbahDin, cara itu disebut
“premium bond”, yang dilaksanakan dan
dikelola oleh badan Negara khusus.
Keseriusan Mbah
Din dalam menggagas ekonomi rakyat, juga terlihat dari keseriusannya
setiap kalimembahas tentang kesejahteraan rakyat. Ia seringkali
mengingatkan kepada santri dan teman diskusinya dan ini ia
lontarkan ketika berbicara atas nama
pesantren agar umat Islam serius dalam menangani masalah
kesejahteraan masyarakat lewat
peningkatan ekonomi masyarakat. Keseriusan
ini sejalan dengan tingkat kesulitan
yang sangat tinggi dalam menangani ekonomi
masyarakat, juga karena tinggkat urgensinya. Menurut Mbah Din, mengatur atau memanage bidang ekonomi keuangan adalah merupakan separuh dari masalah
kehidupan. Maka dalam merencanakan persoalan ekonomi harus melalui feasibility study, yaitu proses yang terncana dan terukur serta
dapat diduga kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Karena masalah ekonomi ini adalah separuh masalah hidup, maka
penanganannya harus ekstra serius,terencana
dan terukur. Mbah Din juga mengingatkan
pada lembaga keuangan agar ketika
memberikan loan atau pinjaman
harus tepat sasaran.
Demikian
beberapa hal singkat berkaitan dengan
Mbah Din. Kini ia telah tiada. Banyak
hal yang sudah ia lakukan untuk umat
ini. Walau jarak yang jauh, antar London dan Cirebon, namun karena ketulusanmu,
kami semua, masyarakat dan para
santri terasa sangat dekat denganmu.
Kala pagi, saat engkau berada di Buntet Pesantren, setelah engkau melaksanakan salat subuh, para santri
dan masyarakat dengan mudah dapat bertemu dan bercengkrama denganmu. Engaku menyalami kami dengan tulus
dan mendengarkan ocehan kami dengan sabar. Selamat jalan Mbah Din… selamat jalan ekonom santri. Kami jadi
saksi atas pergulatan dan perjuanganmu…. Selamat jalan….. semoga engkau mendapatkan ampunan dari Allah dan Allah berkenan
menempatkan engkaun di tempat yang
indah. Tempat di sisiNya. Amien.
·
Munib
Rowandi Amsal Hadi
Sekretaris
Bidang Pendidikan
YLPI
Buntet Pesantren Cirebon