Rabu, 23 Mei 2018

KH. NAHDUDDIN ROYANDI ABBAS SANTRI KELANA


KH. NAHDUDDIN ROYANDI ABBAS
SANTRI KELANA
OLEH.: Munib Rowandi Amsal Hadi
Berita meninggal KH. Nahduddin Royandi Abbas sesepuh Pondok Buntet Pesantren, sangat mengagetkan  keluarga besar Pondok Buntet Pesantren. Berita mengagetkan pertama diterima oleh masyarakat Buntet pesantren  dari  akun facebook KH. Ghozy Mujahid,  keponakan KH. Nahduddin Royandi Abbas yang juga tinggal di  London. Berita tersebut tersebar pada sore hari pada hari rabu tanggal 25 April 2018. Pengurus  Pondok Buntet Pesantren Cirebon baru mengumumkan kematian Kiai Nahduddin Royandi Abbas secara resmi pada malam hari, sekitar pukul 21:00.
KH. Nahduddin  Royandi Abbas memang dua minggu sebelumnya tersebar berita sedang mengalami sakit dan masuk  di ruang  intensive pada rumah sakit Bernet Community Hospital di London Inggris. Bahkan sempat tersiar informasi bahwa kondisi Kiai Dudin, begitu masyarakat biasa memanggilnya, mengalami kritis. Kesehatan Kiai Dudin menurun tersebar sejak  dua bulan sebeum kematiannya. Pada peringatan  Haul Pondok Buntet Pesantren pada tanggal  7 April 2018 juga Kiai Dudin tidak dapat pulang ke  Buntet Pesantren. Biasanya, tiga bulan sebelum haul, Kiai Dudin sudah berada di Buntet Pesantren.
Santri kelana
Kiai Duddin adalah putra terahir Kiai Abbas Abdul Jamil. Ia diangkat menjadi sesepuh Pondok  Buntet Pesantren menggantikan kakaknya, Kiai Abdullah Abbas, pada tahun 2007. Kiai Duddin sejak tahun 1963 menetap di  London Inggris sampai sekarang.   Karena  menetap di Inggris itulah banyak orang menjuluki Kiai Duddin dengan santri kelana. Kiai Duddin berkelana mencari ilmu sejak masih muda.
Pendidikan awal Kiai Duddin diperoleh dari kedua  orang tuanya. Kiai Duddin didik oleh kedua orang tuanya di Pondok Buntet Pesantren  yang dipimpin oleh ayahnya Kiai Abbas. Selain mendapat didikan langsung oleh kedua orang tuanya, Kiai Duddin juga mengenyam pendidikan  di MI Wathoniyah Putra Buntet Pesantren. MI Watoniyah Putra didirikan oleh KH. Abbas pada tahun 1928. Pada saat itu Kiai Abbas menggelorakan semangat pendidikan untuk seluruh masyarakat dengan gerakan “Ibnul Wathan”. Penanaman kecintaan terhadap Negara melalui  pendidikan digagas dalam rangka mempersiapkan anak bangsa untuk merebut kemerdekaan dan bersaing dalam memajukan kesejahteraan rakyat.

Setelah lulus dari MI, Kiai Duddin melanjutkan sekolah di MTS  di lingkungan Buntet Pesantren. Pendidikan dasar ini hampir harus dilalui oleh sebagian besar warga Pondok Buntet Pesantren,  terutam putra-putra Kiai. Selepas MTS, Kiai Duddin melanjutkan  belajar di  Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Pondok pesantren  ini didirikan oleh Mbah Manaf dan ikut serta dalam pendirian  pondok  ini ayah Kiai Duddin yaitu Kiai Abbas. Konon pada saat itu, wilayah sekitar pondok Lirboyo masih banyak orang jahat yang selalu mengganggu kegiatan pengajian  yang dilangsungkan di  Pondok Lirboyo, sehingga untuk  mengamankan kegiatan di Pondok tersebut, Mbah  Manaf meminta bantuan Kiai Abbas yang terkenal digjaya. Bahkan Kiai Abbas sempat mengajar di sana pada saat pertama kali  pondok ini  baru berdiri.
Mbah Manaf sudah berkenalan lama dengan Kiai Abbas. Pertemuan  keduanya terjadi  pada saat keduanya belajar pada  Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Hasyim Asy’ri  sendiri pondok pesantren atas saran Kiai Abdul Jamil, ayah Kiai Abbas. Kala itu, pada saat Kiai Abdul Jamil berada  di Makkah, dan mengikuti halaqah (kumpulan diskusi) di sana, ia melihat salah seorang anak muda yang sedang memipin halaqah yang dinilai oleh Kiai Abdul Jamil  cukup  cakap dan  mupuni  ilmunya, pemuda itu bernama Hasyim Asy’ari . Maka Kiai  Abdul Jamil  menyarankan agar Kiai Hasyim Asy’ari nanti sepulang ke Indonesia agar mendirikan pondok pesantren.
Namun  permintaan Kiai Abdul Jamil tersebut tidak langsung disambut dengan baik. Kiai Hasyim  Asy’ari malah balik bertanya pada Kiai Abdul Jamil, jika nanti dirinya mendirikan pondok pesantren  siapa yang mau nyantri?. Kiai Abdul Jamil dengan tegas menjawab bahwa nanti yang akan menjadi santrinya adalah anak-anaknya. Maka pada saat Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren, Kiai Abdul Jamil  mengirim putra-putranya untuk belajar pada Kiai Hasyim Asy’ari. Saat itulah Kiai Abbas Abdul Jamil bertemu dengan Mbah Manaf.
Pulangdari  Lirboyo, Kiai Duddin meneruskan berkelana ke Jakarta. Di Jakarta ia melanjutkan  pendidikan tingkat SMA sambil bekerja di sebuah perusahaan ekspor hewan  hidup. Pada perusahaan tersebut ia  bertugas mengecek jumlah hewan  yang hendak  dikirim ke laur negeri dan juga mengecek kesehatannya. Pekerjaan ini selesai ketika sekolahnya tamat. Selesai  SMA, Kiai Duddin mengikuti langkah kebiasaan keluarganya, yaitu  belajar di Arab Saudi. Pada tahun 1957,  Kiai Duddin menepuh pendidikan di Arab Saudi. di antara gurunya adalah  Syeikh Yasin Padang dan Syeikh Hamid Albanjari. Selain belajar, di Arab Saudi.   Kiai Duddin juga  bekerja di  KBRI Jeddah. Pada saat musim  haji, Kiai Duddin sering mendapat tugas dari KBRI untuk menjadi perwakilan KBRI di Kota Madinah. Kegiatan ini  berlangsung sampai  tahun 1962.
Selepas dari Arab Saudi, Kiai  Duddin  tidak mengikuti langkah yang menjadin tradisi kelaurganya, yaitu  pulang ke Indonesia untuk mengajarkan ilmu yang diperolehnya  dan Arab Saudi dan ikut  mengembangkan Pondok Buntet Pesantren serta meneruska kepemimpinan orang tuanya. Kiai Duddin malah melanjutkan  berkelananya ke Inggris. Pada tahun 1963 Kiai Duddin meneruskan perjalanan ke London Inggris. Di sana ia bekerja pada KBRI  di London di bagian Ekonomi.
Sebagai seorang santri, gairah belajar Kiai Duddin terus membara. Setelah setahun bekerja  di  KBRI London Inggris, Kiai Duddin  meneruskan belajar   di London University dari tingkat  diploma sampai   postgraduate dengan jurusan ekonomi internasional dan sejarah internasional. Masih tetap meras a kurang, Kiai Duddin  meneruskan belajar pada UCL University of North London derngan mengambil jurusan ekonomi perdagangan. Dan di perguruan yang sama, Kiai Duddin mengambil postgraduate pada jurusan ekonomi pembangunan.
Di  Inggris Kiai Duddin  membuat comunitas muslim yang terdiri  dari muslim Pakistan, Muslim Bangladesh, Muslim  India, Muslim  Nepal dan tentunyaMuslim Indonesia dan  orang-orang  Islam dari  negera-negara yang lain. Komunitas ini secara priodik melakukan pertemuan (pengajian) untuk menambah pengetahuan dan membentuk silaturahmi. Kiai duddin  juga meprakarsai pendirian masjid di sana. Selain  itu, sebagai seorang santri, Kiai Duddin memprakarsai bendirinya NU Cabang Istimewa London. Pada lembaga ini, Kiai Duddin menjadi penasehat, sejak  didirikan ssampai sekarang.
Sepeninggalnya Kiai Abdullah Abbas, kakak Kiai Duddin, Pondok Buntet Pesantren meminta Kiai Duddin untuk memimpin Pondok Buntet Pesantren.   Maka  mulai tahun 2007, Kiai Duddin  menjadi sesepuh pondok Buntet Pesantren. Jarak yang jauh, yaitu anatara London Inggris dan Cirebon Indonesia, tidak membuat rintangan baginya  untuk  terus memajukan Pondok Buntet Pesantren.  Dalam  kepemimpinannya, Pondok  Buntet Pesantren kini  menambah fasilaitas layanan pendidikan dan layanan ekonomi. Di Buntet Pesantren telah berdiri SMK Mekanika NU Buntet Pesantren, LKM , yaitu lembaga keuangan yang bergerak pada peminjaman uang dengan bunga ringan. Berdiri juga Toko Buntet Mart yang dibangun dengan missi memberikan layanan dagangan dengan barang yang murah dan berkualitasuntuk santri dan  masyarakat sekaitar. Dibangun juga STIT (Sekolah Tinggi Ilmu  Tarbiyah)  Buntet Pesantren.
Buntet Pesantren dalam  kepemimpinan Kiai Duddin cenderung focus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kiai Duddin  berharap  santri keluaran Pondok Buntet Pesantren,selain  mendapatkan  ilmu agama  Islam, juga memiliki keterampilan  sehingga akan  mandiri  ketika terjun ke masyarakat. Kaia Duddin sangat serius  ketika membicarakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kiat untuk mensejahterakan  masyarakat, Kiai Duddin pernah melontarkan  idenya yaitu agar masyarakat didorong untuk menabung dengan serius dengan iming-iming ada hadiah atau bonus yang menarik bagi penabung yang telah sampai pada jumlah tertentu, tidak  dengan memberikan bunga.
Kiai Duddin  juga mengingat umat Islam  agar secara seirus membicarakan dan mengupayakan kesejahteraan rakyat lewat pemberdayaan ekonomi, hal itu karena mengingat pentingnya pemenuhan  ekonomi bagi  kesejahteraan  rakyat, juga karena sulitnya pengupayaan kesejahteraan lewat ekonomi. Maka menangani  kesejahteraan  rakyat  ini arus dilakukan  dengan sangat serius. Menurut Mbah Din,  mengatur atau memanage  bidang ekonomi keuangan  adalah merupakan separuh dari masalah kehidupan.
Selamt Jalan…
Kiai Duddin kini telah tiada. Ia  kini akan  meneruskan berkelana menuju Allah SWT. Menuju Sang Kasih  yang selalu memberi  kasih kepada hamba-hamba yang terkasih. Semoga dengan  kasihNya, Allah akan memaafkan segala kesalahannya, dan menerima segala amal salehnya. Semoga Allah memberinya tempat  yang indah. Tempat di  sisiNya. Amieen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar