KH.
NAHDUDDIN ROYANDI ABBAS
SANTRI
KELANA
OLEH.: Munib Rowandi Amsal Hadi
Berita meninggal KH.
Nahduddin Royandi Abbas sesepuh Pondok Buntet Pesantren, sangat
mengagetkan keluarga besar Pondok Buntet
Pesantren. Berita mengagetkan pertama diterima oleh masyarakat Buntet
pesantren dari akun facebook KH. Ghozy Mujahid, keponakan KH. Nahduddin Royandi Abbas yang
juga tinggal di London. Berita tersebut
tersebar pada sore hari pada hari rabu tanggal 25 April 2018. Pengurus Pondok Buntet Pesantren Cirebon baru mengumumkan
kematian Kiai Nahduddin Royandi Abbas secara resmi pada malam hari, sekitar
pukul 21:00.
KH. Nahduddin Royandi Abbas memang dua minggu sebelumnya tersebar
berita sedang mengalami sakit dan masuk
di ruang intensive pada rumah
sakit Bernet Community Hospital di London Inggris. Bahkan sempat tersiar
informasi bahwa kondisi Kiai Dudin, begitu masyarakat biasa memanggilnya,
mengalami kritis. Kesehatan Kiai Dudin menurun tersebar sejak dua bulan sebeum kematiannya. Pada
peringatan Haul Pondok Buntet Pesantren
pada tanggal 7 April 2018 juga Kiai
Dudin tidak dapat pulang ke Buntet
Pesantren. Biasanya, tiga bulan sebelum haul, Kiai Dudin sudah berada di Buntet
Pesantren.
Santri kelana
Kiai
Duddin adalah putra terahir Kiai Abbas Abdul Jamil. Ia diangkat menjadi sesepuh
Pondok Buntet Pesantren menggantikan kakaknya,
Kiai Abdullah Abbas, pada tahun 2007. Kiai Duddin sejak tahun 1963 menetap
di London Inggris sampai sekarang. Karena
menetap di Inggris itulah banyak orang menjuluki Kiai Duddin dengan santri kelana. Kiai Duddin berkelana
mencari ilmu sejak masih muda.
Pendidikan
awal Kiai Duddin diperoleh dari kedua
orang tuanya. Kiai Duddin didik oleh kedua orang tuanya di Pondok Buntet
Pesantren yang dipimpin oleh ayahnya
Kiai Abbas. Selain mendapat didikan langsung oleh kedua orang tuanya, Kiai
Duddin juga mengenyam pendidikan di MI
Wathoniyah Putra Buntet Pesantren. MI Watoniyah Putra didirikan oleh KH. Abbas
pada tahun 1928. Pada saat itu Kiai Abbas menggelorakan semangat pendidikan
untuk seluruh masyarakat dengan gerakan “Ibnul Wathan”. Penanaman kecintaan
terhadap Negara melalui pendidikan
digagas dalam rangka mempersiapkan anak bangsa untuk merebut kemerdekaan dan
bersaing dalam memajukan kesejahteraan rakyat.
Setelah
lulus dari MI, Kiai Duddin melanjutkan sekolah di MTS di lingkungan Buntet Pesantren. Pendidikan
dasar ini hampir harus dilalui oleh sebagian besar warga Pondok Buntet
Pesantren, terutam putra-putra Kiai.
Selepas MTS, Kiai Duddin melanjutkan
belajar di Pondok Pesantren
Lirboyo Kediri. Pondok pesantren ini
didirikan oleh Mbah Manaf dan ikut serta dalam pendirian pondok
ini ayah Kiai Duddin yaitu Kiai Abbas. Konon pada saat itu, wilayah
sekitar pondok Lirboyo masih banyak orang jahat yang selalu mengganggu kegiatan
pengajian yang dilangsungkan di Pondok Lirboyo, sehingga untuk mengamankan kegiatan di Pondok tersebut,
Mbah Manaf meminta bantuan Kiai Abbas
yang terkenal digjaya. Bahkan Kiai Abbas sempat mengajar di sana pada saat
pertama kali pondok ini baru berdiri.
Mbah
Manaf sudah berkenalan lama dengan Kiai Abbas. Pertemuan keduanya terjadi pada saat keduanya belajar pada Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Hasyim Asy’ri sendiri pondok pesantren atas saran Kiai
Abdul Jamil, ayah Kiai Abbas. Kala itu, pada saat Kiai Abdul Jamil berada di Makkah, dan mengikuti halaqah (kumpulan
diskusi) di sana, ia melihat salah seorang anak muda yang sedang memipin
halaqah yang dinilai oleh Kiai Abdul Jamil
cukup cakap dan mupuni
ilmunya, pemuda itu bernama Hasyim Asy’ari . Maka Kiai Abdul Jamil
menyarankan agar Kiai Hasyim Asy’ari nanti sepulang ke Indonesia agar
mendirikan pondok pesantren.
Namun permintaan Kiai Abdul Jamil tersebut tidak
langsung disambut dengan baik. Kiai Hasyim
Asy’ari malah balik bertanya pada Kiai Abdul Jamil, jika nanti dirinya
mendirikan pondok pesantren siapa yang
mau nyantri?. Kiai Abdul Jamil dengan
tegas menjawab bahwa nanti yang akan menjadi santrinya adalah anak-anaknya.
Maka pada saat Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren, Kiai Abdul
Jamil mengirim putra-putranya untuk
belajar pada Kiai Hasyim Asy’ari. Saat itulah Kiai Abbas Abdul Jamil bertemu
dengan Mbah Manaf.
Pulangdari Lirboyo, Kiai Duddin meneruskan berkelana ke
Jakarta. Di Jakarta ia melanjutkan
pendidikan tingkat SMA sambil bekerja di sebuah perusahaan ekspor
hewan hidup. Pada perusahaan tersebut
ia bertugas mengecek jumlah hewan yang hendak
dikirim ke laur negeri dan juga mengecek kesehatannya. Pekerjaan ini
selesai ketika sekolahnya tamat. Selesai
SMA, Kiai Duddin mengikuti langkah kebiasaan keluarganya, yaitu belajar di Arab Saudi. Pada tahun 1957, Kiai Duddin menepuh pendidikan di Arab Saudi.
di antara gurunya adalah Syeikh
Yasin Padang dan Syeikh Hamid Albanjari. Selain belajar, di Arab Saudi. Kiai Duddin juga bekerja di
KBRI Jeddah. Pada saat musim
haji, Kiai Duddin sering mendapat tugas dari KBRI untuk menjadi
perwakilan KBRI di Kota Madinah. Kegiatan ini
berlangsung sampai tahun 1962.
Selepas dari Arab Saudi, Kiai Duddin tidak mengikuti langkah yang menjadin tradisi
kelaurganya, yaitu pulang ke Indonesia
untuk mengajarkan ilmu yang diperolehnya
dan Arab Saudi dan ikut
mengembangkan Pondok Buntet Pesantren serta meneruska kepemimpinan orang
tuanya. Kiai Duddin malah melanjutkan
berkelananya ke Inggris. Pada tahun 1963 Kiai Duddin meneruskan perjalanan ke London
Inggris. Di sana ia bekerja pada KBRI di
London di bagian Ekonomi.
Sebagai seorang santri,
gairah belajar Kiai Duddin terus membara. Setelah setahun bekerja di
KBRI London Inggris, Kiai Duddin
meneruskan belajar di London
University dari tingkat diploma
sampai postgraduate dengan
jurusan ekonomi internasional dan sejarah internasional. Masih tetap meras a
kurang, Kiai Duddin meneruskan belajar
pada UCL University of North London derngan mengambil jurusan ekonomi
perdagangan. Dan di perguruan yang sama, Kiai Duddin mengambil postgraduate
pada jurusan ekonomi pembangunan.
Di Inggris Kiai Duddin membuat comunitas muslim yang terdiri dari muslim Pakistan, Muslim Bangladesh,
Muslim India, Muslim Nepal dan tentunyaMuslim Indonesia dan orang-orang
Islam dari negera-negara yang
lain. Komunitas ini secara priodik melakukan pertemuan (pengajian) untuk menambah
pengetahuan dan membentuk silaturahmi. Kiai duddin juga meprakarsai pendirian masjid di sana.
Selain itu, sebagai seorang santri, Kiai
Duddin memprakarsai bendirinya NU Cabang Istimewa London. Pada lembaga ini,
Kiai Duddin menjadi penasehat, sejak
didirikan ssampai sekarang.
Sepeninggalnya Kiai
Abdullah Abbas, kakak Kiai Duddin, Pondok Buntet Pesantren meminta Kiai Duddin
untuk memimpin Pondok Buntet Pesantren.
Maka mulai tahun 2007, Kiai
Duddin menjadi sesepuh pondok Buntet
Pesantren. Jarak yang jauh, yaitu anatara London Inggris dan Cirebon Indonesia,
tidak membuat rintangan baginya
untuk terus memajukan Pondok
Buntet Pesantren. Dalam kepemimpinannya, Pondok Buntet Pesantren kini menambah fasilaitas layanan pendidikan dan
layanan ekonomi. Di Buntet Pesantren telah berdiri SMK Mekanika NU Buntet
Pesantren, LKM , yaitu lembaga keuangan yang bergerak pada peminjaman uang
dengan bunga ringan. Berdiri juga Toko Buntet Mart yang dibangun dengan missi
memberikan layanan dagangan dengan barang yang murah dan berkualitasuntuk
santri dan masyarakat sekaitar. Dibangun
juga STIT (Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah) Buntet Pesantren.
Buntet Pesantren
dalam kepemimpinan Kiai Duddin cenderung
focus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kiai Duddin berharap
santri keluaran Pondok Buntet Pesantren,selain mendapatkan
ilmu agama Islam, juga memiliki
keterampilan sehingga akan mandiri
ketika terjun ke masyarakat. Kaia Duddin sangat serius ketika membicarakan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu kiat untuk mensejahterakan
masyarakat, Kiai Duddin pernah melontarkan idenya yaitu agar masyarakat didorong untuk
menabung dengan serius dengan iming-iming ada hadiah atau bonus yang menarik
bagi penabung yang telah sampai pada jumlah tertentu, tidak dengan memberikan bunga.
Kiai Duddin juga mengingat umat Islam agar secara seirus membicarakan dan mengupayakan
kesejahteraan rakyat lewat pemberdayaan ekonomi, hal itu karena mengingat
pentingnya pemenuhan ekonomi bagi kesejahteraan
rakyat, juga karena sulitnya pengupayaan kesejahteraan lewat ekonomi.
Maka menangani kesejahteraan rakyat
ini arus dilakukan dengan sangat
serius. Menurut Mbah Din, mengatur atau
memanage bidang ekonomi keuangan adalah merupakan separuh dari masalah
kehidupan.
Selamt Jalan…
Kiai Duddin kini telah
tiada. Ia kini akan meneruskan berkelana menuju Allah SWT. Menuju
Sang Kasih yang selalu memberi kasih kepada hamba-hamba yang terkasih.
Semoga dengan kasihNya, Allah akan
memaafkan segala kesalahannya, dan menerima segala amal salehnya. Semoga Allah
memberinya tempat yang indah. Tempat
di sisiNya. Amieen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar