Selasa, 18 Oktober 2011

Mengikuti Fase Sifat kenabian Nabi Muhammad





Entah siapa yang pertma kali menentukan sifat-sifat kenabian, seperti sifat wajib, muhal dan jaiz. Namun yang pasti kita sudah sangat kenal bahkan hafal tentang sifat-sifat kenabian tersebut. Sejak kita duduk di bangku TK sampai mungkin di ceramah-ceramah umum, kita sering dikenalkan tentang sifat-sifat kenabian.  Kalau boleh menduga, pemberi sifat kenabian seperti wajib, muhal dan jaiz adalah bukan oleh Nabi itu sendiri, tapi oleh orang yang berada di luar Nabi. Bahkan saya menduga boleh jadi pemberi sifat kenabian itu adalah orang-orang yang berada jauh dari masa kenabian Nabi Muhammad.
Mengapa demikian? Ada beberapa alasan sebagai penguatnya. Pertama, istilah wajib yang terdapat pada sifat-sifat wajib para nabi  dimaknai berbeda dengan kata  wajib dalam peristilahan pada umumnya. Dalam peristilahan pada umunya, wajib lebih sering diartikan dengan harus harus. Misalnya: salat lima waktu wajib dikerjakan oleh seluruh ummat Islam. Pernyataan ini dapat juga diartikan bahwa salat lima waktu harus dikerjakan oleh seluruh ummat Islam.
Beda dengan pernyataan: Nabi Muhammad memiliki sifat wajib sidiq, misalnya. Pernyataan ini tidak boleh diartikan Nabi Muhammad harus memiliki sifat sidiq, tapi diartikan menjadi Nabi Muhammad  pasti memilki sifat sidiq. Peredaan ini menunjukkan bahwa sifat-sifat kenabian tidak menjadi criteria atau ketentuan yang menjadi pra syarat agar seseorang untuk menjadi nabi, tapi  merupakan ungkapan dari masyarakat yang merasakan bahwa hampir semua apa yang dikatan, diperbuat dan diamnya Nabi Muhammad adalah merupakan kebenaran. Orang-orang yang hidup dengan nabi merasakan bahwa nabi secara konsisten selalu sidiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan informasi apa adanya) dan fathanah (cerdas)
 Kedua, rasanya tak mungkin bila sifat-sifat itu yang mengatakan Nabi sendiri. Misalnya Nabi mengatakan, “Saya (Muhammad) bersifat sidiq (benar)”. Rasanya tidak mungkin sifat benarnya Nabi ini diucapkan oleh Nabi Muhammad sendiri. Karena, kebenaran merupakan sifat universal yang harus dapat dirasakan oleh banyak orang. Kenyataannya, sehebat apapun kita mempromosikan kita, tidak ada artinya sama sekali bila tidak diimbangi dengan kenyataan  yang dapat dirasakan oleh banyak orang. Begitupun sehebat apapun orang lain menilai kita, namun bila kenyataannya kita tak sesuai dengan penilain itu, maka penilaian itu tak berarti apa-apa. Maka sifat benarnya Nabi Muhammad pasti bukan Nabi yang menyampaikannya, tapi merupakan penilaian orang disekitar Nabi Muhammad.
Ketiga, sifat wajib yang dilambangkan oleh orang-orang untuk sifat kenabian, Nabi Muhammad misalnya, adalah akibat dari berbagai sifat yang baik yang dibutuhkan oleh manasuia yang dilakukan secara terus menerus tanpa pernah berubah. Hal ini karena Nabi memiliki prinsip yang sangat kuat. Nabi memang sangat respon terhadap lingkungan, namun seluruh tindakan lebih dikarenakan bersumber dari dirinya (wahyu). Lungkungan sehebat apapun, seganas apapun, berkat keteguhan iman Nabi Muhammad, beliau secara konsisten dapat melakukan berbagai sifat dan tindakan yang baik.


Fase Sifat Kenabian
Pernyataan di atas, sengaja dibuat sebagai pembuka untuk mempertegas opini kita bahwa sifat-sifat kenabian Nabi Muhammad bukanlah sesuatu yang dicitrakan oleh Nabi itu sendiri, tapi merupakan perasaan-perasaan yang diakumulasikan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya atau orang-orang yang mengenal diri Nabi walaupun mereka hidup jauh dari masa Nabi. Hal ini penting, agar kita memahami bahwa sifat-sifat kenabian merupakan buah prestasi bukan buah doktrinasi. Maka untuk mengikuti langkah fase sifat kenabian, yang terpenting adalah taburkan prestasi dan biarkan orang sekitar kita untuk menilai bagaimana kita. Selain itu, seluruh kebaikan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, digerakkan oleh keimanannya yang kuat, keimanan yang bersumber dari wahyu Allah, keimanan yang membuahkan optiomisme  yang kuat. Maka lingkungan di sekitarnya, baik yang positif maupun yang negative, tidak membuatnya berubah pendirian.
Ada sifat yang pasti ada pada Nabi Muhammad yaitu sifat as shidiq (selalu benar), al amaanah (selalu terpercaya), al tabligh (menyampaikan, transparan), dan al fathanah (cerdas). Keempat sifat ini berbalikan dengan sifat muhal, yaitu sifat yang pasti tidak dimiliki oleh Nabi Muhammad yaitu al kidzib (berbohong), al hiayanah (berhianat), kitman (menyembunyikan kebenaran) dan baladah (bodoh). Semua sifat itu adalah sifat ideal yang dapat dimilki oleh siapapun, dan merupakan sifat yang dibutuhkan oleh siapapun. Bila saja sifat itu dapat dimilki oleh seseorang, maka alam sekitarnya, terutama orang-orang yang berada di sekitarnya akan merasa tentram dan damai.
Sifat-sifat wajib bagi nabi, secara hirarkis memilki makna tersendiri dan merupakan fase dari sifat ideal manusia. Pertama sifat al shiddiq artinya benar. Benar dalam sifat kenabian bukanlah sifat kebenaran eksklusif, kebenaran yang ditawarkan oleh Nabi Muhammad telah membuat orang sekitarnya mengakui bahwa itu adalah benar. Perkataan, diam dan tindakan Nabi Muhammad diakui sebagai kebenaran walaupun tidak semua yang membenarkan Nabi Muhammad menjadi pengikut Nabi Muhammad. Hal ini sekaligus memperkuat prinsip universalitas kebenanaran saat itu. Orang-orang dapat membenarkan apa yang menjadi prilaku Nabi tanpa harus menjadi pengikut Nabi.
Kebenaran merupakan fase awal untuk menapaki fase berikutnya. Setelah masyarakat merasa bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi adalah benar, maka masyarakat memberikan kepercayaan (amanah) kepada Nabi Muhammad. Mandat yang diberikan oleh masyarakat kepada Nabi bukan dibeli dengan uang, jabatan atau pangkat, tapi prestasi yang gemilang sehingga masyarakat nyaman untuk menjadi ummatnya. Orang yang menjadi ummatnya tidak terlintas sedikitpun perasaan takut akan sengsara atau celaka ketika mengikuti pola hidup Nabi. Maka tidak ada umat yang manarik kepercayaannya kepada Nabi Muhammad.
Sebaliknya, bila kejujuran belum kita lakukan, atau kita masih dianggap oleh orang-orang di sekitar kita sebagai orang yang kidzib (bohong), maka tak mungkin kita mendapatkan amanah (Kepercayaan), kalaupun ada yang terlanjur memberikan amanah, maka akan menariknya kembali. Maka kejujuran mutlak harus dilewati untuk menuju fase amanah atau mendapat kepercayaan dari orang sekitar kita.
Ketika masyarakat telah memberikan amanah atau kepercayaan, berarti masyarakat tidak sekedar membenarkan tapi telah menitipkan sesuatu, atau paling tidak siap untuk menitipkan keselamatan dirinya. Sifat amanah ini tidak akan sempurna bila tidak disertai dengan sifat tabligh (menyampaikan sesuatu secara transparan). Sifat ini muncul karena masyarakat merasa bahwa segala hak kehidupannya terpenuhi oleh pola hidup Nabi. Komunikasi yang baik dan perlakukan adil membuat sifat tabligh diberikan kepada Nabi Muhammad. Masyarakat butuh informasi yang transparan dalam berbagai hal. Tak ditutup-tutupi dan adil serta proporsional. Tidak gamang karena kritik, serta berorientasi untuk ummat.
Konsistensi Nabi Muhammad untuk memperjuangkan ummatnya, membuat umat Nabi Muhammad menggantungkan segala kepercayaannya. Dan kepercayaan yang penuh kepada Nabi Muhammad dikarenakan orang-oarang di sekitar Nabi Muhammad merasa nabi Muhammad terbuka, transparan, tak ada yang ditutup-tutupi. Nabi Muhammad terbuka dengan siapapun.
Keterpenuhan tiga sifat itulah maka masyarakatpun menjuluki nabi Muhammad sebagai orang yang fathana atau cerdas. Ciri dari cerdas di sisni adalah munculnya masyarakat yang berprinsip pada kebenaran, berorientasi pada kesejahteraan umum (ummat) dan terpenuhinya berbagai informasi secara transparan sehinga berkurangnya saling curiga dan prasangka buruk yang selama ini menjadi pemicu perang antar suku di Arab.
Itulah fase sifat kenabian bila kita menginginkan untuk mengikuti pola sifat kenabian Muhammad. Fase tersebut memang dibuat oleh penulis untuk memudahkan kita melakukan dan mengikuti sifat Nabi Muhammad. Untuk Nabi sendiri, boleh jadi satu tingkahnya telah memenuhi keempat sifat tersebut. Maka setiap langkah Nabi Muhammad pastilah benar, memenuhi keinginan masyarakat, terbuka dan transparan serta cerdas.
Penulis adalah Guru Agama Islam SMP Negeri 6 Kota Cirebon.


 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar