Rabu, 19 Oktober 2011

MEMPERTEGAS PERAN WAKIL KEPALA SEKOLAH

           Dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 bagian D. tentang Kepemimpinan Sekolah /Madrasah. Dijelaskan bahwa  Kepala SMP/MTs/SMPLB dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala sekolah/madrasah. Utnuk Kepala SMA/MA dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah/madrasah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK dibantu  empat wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan dunia industri.
Dalam realisasinya, Permen tersebut difahami dalam banyak pengertian. Untuk tingkat SMA dan SMK, pemahaman tentang konsep wakil kepala sekolah telah sesuai dengan Permen. Yang masih simpang siur pada pelaksanaan di tingkat SMP.  Di tingkat SMP, permen masih difahami dengan variatif. Ada sebagia sekolah yang mengartikan bahwa kepala sekolah perlu dibantu oleh satu wakil kepala sekolah. Maka dalam struktur sekolah muncul personal wakil Kepala sekolah. Sementara untuk melengkapi kepengurusan, dipilihlah Pembantu kepala Sekolah (PKS)
Pemahaman Permen
Padahal bila saja kita mau mengkaji pernyataan yang ada di permen tersebut, pengertian yang mungkin betul adalah sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh SMA dan SMK. Di tingkat SMA/SMK, tidak muncul personel wakil kepala sekolah, tapi langsung dikaitkan dengan bahan garapan yaitu wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK dibantu  empat wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan dunia industri.
Maka struktur kepengurusan di SMP perlu kiranya dipertegas. Bila melihat bahasa yang termaktub dalam permen yaitu Kepala SMP/MTs/SMPLB dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala sekolah/madrasah. Maka bisa pula diartikan bahwa wakil kepala sekolah minimal satu dan boleh lebih dari satu. Maka sudah waktunya kita mengubah pola struktur organisasi sekolah terutama di tingkat SMP menyerupai struktur yang berlaku di SMA/SMK.
Bila hal itu terjadi dan memang seharusnya terjadi, di tingkat SMP tidak perlu lagi ada wakil kepala sekolah yang berdiri sendiri, karena tugasnya akan overlap dengan kepala sekolah. Yang ideal adalah istilah PKS dihilangkan dan diganti dengan istilah wakil kepala sekolah. Maka paling tidak nanti ada wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan.
Permasalahan Dalam Pelaksanaan Permen
Persoalan tersebut tisp kali penulis lontarkan di forum, baik forum formal maupun non formal, kebanyakan beralasan bahwa sekolah adalah lembaga otonom. Lembaga yang memungkinkan melakukan berbagai hal sesuai dengan kebutuhannya. Termasuk di dalamnya dalam memahami konsep permen tersebut.
Selain itu, masalah biaya (honor) sering menjadi alasan utama kepala sekolah untuk memberlakukan wakil kepala sekolah hanya satu dan disebut sebagai koordinator kegiatan yang membawahi para pembantu kepala sekolah. Maka kepala sekolah sering berlindung dengan dua alasan tersebut dan melakukan berbagai hal kegiatan dengan tuntutan agar kualitas kegiatan bermutu dengan harga murah.
Padahal bila dilihat dari sumber dana yang ada, pastilah mencukupi. Kota Cirebon misalnya, memilki tiga sumber pendanaan yang permanen bagi sekolah setingkat SMP, yaitu dari BOS Pusat, BOS Propinsi dan BOS Kota Cirebon. Ketiga dana tersebut idealnya mampu mendongkrak pendidikan di kota Cirebon. Nyatanya, masih tinggi DO, masih banyak kulitas lulusan yang rendah. Hal ini karena manajerial di sekolah tidak dikelola dengan baik.

Dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 bagian D.nomor 5. Dijelaskan bahwa  wakil kepala sekolah/madrasah dipilih oleh dewan pendidik, dan proses pengangkatan serta keputusannya, dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah/madrasah kepada institusi di atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, institusi dimaksud adalah penyelenggara sekolah/madrasah.
Poin 5 permen tersebut sengaja saya tampilkan, karena selama ini pemilihan wakil kepala sekolah lebih diasumsikan sebagai hak kuasa kepala sekolah. Kepala sekolah hampir mirip seperti raja yang mempunyai wewenang untuk menentukan siapa yang layak menjadi wakil bidang kesiswaan, akademik atau sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa wakil kepala sekolah dan pembantu kepala sekolah adalah orang-orang yang haruis mampu bekerja sama dengan kepala sekolah.
Ungkapan ini diartikan bahwa dapat bekerja sama searti dengan  apa yang disukai oleh kepala sekolah. Tentunya hal ini membuat posisi kepala sekolah sangat kuat. Bahkan sering muncul isu adanya perselingkuhan administrasi antara bendahara dengan kepala sekolah.
Persoalan terbesar dari sistem tersebut adalah sekolah tidak memilki sistem yang permanen. Sangat tergantung pada kepala sekolah. Padahal kepala sekolah sekarang ini hanya satu atau dua tahun. Atau paling lama empat tahun berada di suatu tempat. Karena mencarai aman, kadang kepala sekolah baru tidak berani melakukan perubahan. Hal itu bisa karena belum memahami kemampuan setiap individu, ataupun ingin cari aman.
Begitupun bagi para pembantu kepala sekolah, agar mapan dan selalu dibutuhkan oleh kepala sekolah, ia melakukan kerja Asal Bapak Senang (ABS). ABS akan membuat sistem sangat terpusat pada kepala sekolah. Bila kepala sekolah yang memilki idealisme tinggi, maka beruntung sekolah tersebut. Tapi bila sekolah itu bernasib buruk di takdirkan Tuhan mendapat kepala sekolah yang tidak peduli terhadap kemajuan pendidikan, maka persekongkolan dapat terjadi.
Selain itu, kemajuan sekolah tidak mungkin terjadi karena dipegang oleh hanya orang-orang tertentu saja. Bisa kita bayangkan, sistem lama memungkinkan seseorang menjadi wakil kepala sekolah sepuluh tahun, melebihi jabatan presiden. Maka regenerasi jelas terhenti. Dan sekolahpun kehilangan kesempatan mendapatkan inovasi dari berbagai orang dan generasi.
Maka sudah saatnya kita merealisasikan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 yang dengan tegas menyataka bahwa pemilihan wakil kepala sekolah dipilih  oleh dewan pendidik.  Ini mengisyaratkan bahwa sistem sekolah lebih difungsikan dari dewan pendidik. Karena dewan pendidik termasuk sekelompok orang yang mempunyai kepedulian tinggi untuk memajukan sekolah. Maka mekanisme pemilihan seluruh struktur yang ada di sekolah harus ditentukan oleh dewan pendidik. Memang dewan pendidik termasuk juga kepala sekolah, karena kepala sekolah hanyalah guru yang mendapat tugas tambahan. Untuk itu  nilai kepala sekoplah hampir setara dengan nilai guru yang lain.
Saya yakin dengan cara tersebut, “persekongkolan” tidak akan terjadi, apalagi salah pilih. Karena dewan pendidik telah memiliki catatan setiap guru yang ada. Maka tak akan terjadi kesalahan dalam pemilihan. Selain itu, regenerasi dapat berjalan dengan baik. Amanat Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 pasti diundangkan dalam memenuhi aturan yang berkehendak baik dan menghasilkan “keluaran” yang lebih baik. Maka sudah seharusnya dilakukan.

Salah satu unsure penting dari Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 bagian D. tentang Kepemimpinan Sekolah /Madrasah adalah keputusannya (hasil dari pemilihan) dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah/madrasah kepada institusi di atasnya. Peraturan ini menggambarkan peran Depdiknas/ Depag atau institusi lainnya sebagai institusi terlapor, menjadi penguat pengabsah.
Untuk itu, agar proses pemilihan seluruh organisasi sekolah perlu dibuat format laporan yang menggambar situasi demokratis. Sehinga dapat tergambar dari format laporan itu apakah suatu sekolah melaksanakan program pemeilihan wakil kepala sekolah secara demokratis atau asal-asalan.
Hal ini dirasa penting untuk menumbuhkan situasi sekolah yang lebih sehat dan siap melakukan perubahan-perubahan. Sekolah yang mandiri dan mampu mengatur dirinya sendiri. Sebagaimana diamanatkan oleh sistem pendidikan sekarang yaitu setiap lembaga pendidikan adalah sebuah satuan pendidikan yang mandiri, independen dan berhak mengatur kehidupannya sendiri.

Keberanian untuk melakukan perubahan, adalah bagian dari proses menuju maju. Namun hapir menjadi sifat manusia lebih condong paada keadaan yang mapan dan aman. Padahal mapan dan aman dalam perubahan yang tersistem merupakan kemapanan dan keamanan bagi setiap orang dan bagi lembaga.
Maka untuk merealisasikan permen tersebut, memenag kita nenerlukan energy yang cukup kuat, karena yanag akan dirubah adalah karakter orang terkuat di lembaga sekolah.

1 komentar: